Sudah sekitar sepuluh tahun saya tidak melakukan aktifitas yang berkaitan dengan alam, hingga sampai Jumat itu Tanggal 27 Juni 2014 saya diajak rekan-rekan muda Katholik St. Petrus untuk pergi ke Gunung Gede Pangrango. Tentu saja tawaran itu tidak bisa saya tolak, dan bersiaplah saya segera. Dengan persiapan yang boleh dikatakan tidak ada, berangkatlah saya dengan satu tujuan : Menaklukkan Puncak Gede 🙂
Jumat malam kita tiba di Taman Wisata Cibodas yang merupakan salah satu pintu masuk termudah ke kawasan Gede-Pangrango. Menginap beberapa jam di Warung Mang Idi yang legendaris, lalu sekitar jam 9 pagi menuju ke pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Seluruh pendaki maupun hikingers akan didata disini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pendakian. Setelah seluruhnya lengkap, kami pun berangkat.
Wajah-wajah ceria masih tampak sepanjang beberapa kilometer pendakian awal. Kicauan burung dan suara serangga pun masih terdengar indah di telinga. Memang kawasan ini merupakan miniatur hutan tropis yang menyajikan udara dengan kesegaran yang luar biasa. Rentetan pohon perdu hingga Rasamala, mengiringi perjalanan di sisi kiri dan kanan kami. Rute pendakian Gunung Gede-Pangrango sangat jelas dan tidak membingungkan, oleh sebab itu sangat diminati oleh wisatawan maupun teman-teman pecinta alam.
Setelah dua jam perjalanan, kami beristirahat sejenak di salah satu pos pendakian. Kaki dan pundak mulai terasa pegal (maklum sudah lama tidak berolahraga, hehe), tetapi semangat masih sangat membara. Baru sekitar seperempat perjalanan yang di tempuh, dengan rute mendaki yang cukup lumayan. Setelah setengah jam beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan.
Salah satu pemandangan yang cukup spektakuler adalah ketika melewati air panas. Jalan setapak yang kita lewati tertutup oleh aliran air panas dengan uap air yang menutupi pandangan. Seakan ketika kita melewatinya seperti masuk ke dunia lain. Terdapat pula air terjun dan sungai kecil yang jernih airnya. Kesempatan yang langka ini kita pergunakan untuk untuk mencuci muka dan merendam kaki. Sekitar tiga jam dari air panas, tibalah kita di tempat yang dinamakan “Kandang Badak”. Ini adalah tempat camping yang biasa digunakan para pendaki sebelum menuju ke Puncak Gede. Sekitar pukul 7 malam kita tiba di tempat ini dan bermalam.
Pagi-pagi buta sekitar pukul 4, kita pun bergerak menuju puncak dengan harapan dapat melihat sun rise. Rute pendakian kali ini lebih curam dari sebelumnya, ditambah udara dingin yang cukup menyengat. Oleh sebab itu, jaket, sarung tangan dan kupluk jangan sampai lupa. Beruntung kita berangkat saat suasana masih gelap, sehingga rute mendaki yang cukup curam dihadapan tidak begitu diperhatikan. Ini membuat semangat untuk segera mencapai puncak menjadi terpelihara, sebab seringkali ketika kita menghadapi halangan di depan yang begitu besar, ditambah rasa letih, maka keputusan untuk menyerah menjadi hal yang paling realistis. Suasana gelap mengajarkan kita untuk tidak mempedulikan keadaan sekitar dan tetap fokus pada tujuan.
Kira-kira pukul 7 pagi, akhirnya kami pun sampai di puncak. Walaupun melewatkan sun rise, tetapi suguhan pemandangan di puncak memang tiada duanya. Rasa letih, lelah dan beban berat seakan segera sirna, terhapus indahnya pemandangan Puncak Gede. Rasanya ingin berteriak “I’m at the Top of the World” 🙂 Ada perasaan yang tidak terbayangkan ketika mampu menggapainya, sungguh perjuangan yang layak mendapat ganjaran. Satu pelajaran yang bisa diambil ketika kita hendak menggapai cita-cita, tantangan pasti akan ada, hadapi dan lalui setapak demi setapak, jika lelah beristirahat sejenak untuk kembali menyusun tenaga, tetap fokus hingga kelak tujuan (puncak) pasti akan tercapai 🙂
Setelah puas menikmati pemandangan di puncak Gede, kami pun menuju hamparan Lembah Surya Kencana atau dikenal dengan Alun-alun Surya Kencana, dimana sang bunga abadi tumbuh. Sekitar 45 menit perjalanan menuruni lereng, segera terciumlah semerbak wangi Bunga Edelweis. Sungguh pemandangan yang luar biasa, kerumunan Edelweis terhampar di lembah hijau diiringi sejuknya hembusan angin, ketika memandang ke sekitar pun terasa damai dunia. Ini merupakan cara terbaik untuk sejenak menyendiri dari rutinitas pekerjaan, kembali ke alam dan mengagumi indahnya ciptaan Yang Maha Kuasa.